Jumat, 19 Oktober 2012

Bolehkah Qurban Untuk Orang yang Sudah Wafat?


Masalah penyembelihan hewan udhiyah yang niatnya agar pahalanya disampaikan kepada mereka yang sudah wafat, seperti untuk orang tua, mertua, saudara, keluarga dan lainnya, adalah masalah yang menjadi ajang perbedaan pendapat di kalangan para fuqaha.

Sebagian dari para ulama membenarkan bahwa menyembelih hewan qurban untuk keluarganya yang telah wafat itu boleh dilakukan, dan pahalanya akan bisa disampaikan kepada yang dituju.

Namun sebagian dari para ulama tidak membenarkan hal ini. Mereka menolak bila pahala penyembelihan hewan udhiyah ini bisa dikirim kepada almarhum di alam kubur.

1. Mazhab Asy-Syafi’iyah

Pendapat yang mengatakan tidak boleh adalah pendapat dari mazhab Asy-Syafi’iyah. Mazhab ini secara tegas mengatakan bahwa pahala tidak bisa dikirim kepada orang yang sudah wafat, kecuali bila memang ada wasiat atau waqaf dari mayit itu ketika masih hidup, termasuk pahala sembelihan hewan udhiyah.

Pengecualiannya adalah apabila almarhum sebelum wafat berwasiat atau berwaqaf. Kalau dikatakan berwasiat, memang sejak masih hidup, yang bersangkutan telah menetapkan niat. Bahkan harta yang digunakan adalah harta miliknya sendiri, yang disisihkan sebelum pembagian warisan.

Demikian juga halnya dengan wakaf, almarhum sejak sebelum wafat sudah berniat untuk menyembelih hewan udhiyah, yang uangnya diambil dari harta produktif yang telah diwakafkan.

Dasarnya adalah firman Allah SWT di dalam Al-Quran :

وَأَن لَّيْسَ لِلإِنسَانِ إِلاَّ مَا سَعَى

Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya (QS. An-Najm : 39)

Sebenarnya pendapat kalangan Asy-Syafi’iyah ini justru bertentangan dengan perilaku umat Islam di negeri ini yang mengaku bermazhab Asy-Syafi’iyah. Dan fenomena tahlilan atau mengirim pahala bacaan ayat Al-Quran al-Kariem kepada ruh di kubur justru menjadi ciri khas keagaamaan bangsa ini. Sementara mazhab mereka dalam hal ini Imam Asy-Syafi’i justru mengatakan bahwa pengiriman itu tidak akan sampai.

2. Mazhab Al-Hanafiyah dan Al-Hanabilah

Sebaliknya, kalangan fuqaha dari Al-Hanafiyah dan Al-Hanabilah sepakat bahwa hal itu boleh hukumnya. Artinya tetap sah dan diterima disisi Allah SWT sebagai pahala qurban.

Mereka membolehkan pengiriman pahala menyembelih hewan udhiyah kepada orang yang sudah meninggal dunia. Dan bahwa pahala itu akan bisa bermanfaat disampaikan kepada mereka.

Dasar kebolehannya adalah bahwa dalil-dalil menunjukkan bahwa kematian itu tidak menghalangi seorang mayit bertaqaruub kepada Allah SWT, sebagaimana dalam masalah shadaqah dan haji.

Dari Ibnu Abbas ra bahwa seorang wanita dari Juhainah datang kepada Nabi SAW dan berkata, "Ibu saya telah bernazar untuk pergi haji, tapi belum sempat pergi hingga wafat, apakah saya harus berhaji untuknya?" Rasulullah SAW menjawab, "Ya pergi hajilah untuknya. Tidakkah kamu tahu bila ibumu punya hutang, apakah kamu akan membayarkannya? Bayarkanlah hutang kepada Allah karena hutang kepada-Nya lebih berhak untuk dibayarkan." (HR Al-Bukhari).

Hadits ini menunjukkan bahwa pelaksanaan ibadah haji dengan dilakukan oleh orang lain memang jelas dasar hukumnya, oleh karena para shahabat dan fuqoha mendukung hal tersebut. Mereka di antaranya adalah Ibnu Abbas, Zaid bin Tsabit, Abu Hurairah, Imam Asy-Syafi`i rahimahullah. dan lainnya.

Sedangkan Imam Malik mengatakan bahwa boleh melakukan haji untuk orang lain selama orang itu sewaktu hidupnya berwasiat untuk dihajikan.

Seorang wanita dari Khats`am bertanya, "Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah mewajibkan hamba-nya untuk pergi haji, namun ayahku seorang tua yang lemah yang tidak mampu tegak di atas kendaraannya, bolehkah aku pergi haji untuknya?" Rasulullah SAW menjawab, "Ya." (HR Jamaah)

3. Mazhab Al-Malikiyah

Sedangkan mazhab Al-Malikiyah mengatakan bahwa menyembelih hewan qurban buat orang yang sudah wafat masih tetap boleh, tapi kebolehannya dengan karahiyah (kurang disukai).

Adapun anak yang meninggal saat dilahirkan, menurut banyak ulama tidak perlu disembelihkan aqidah, sebab secara umum aqidah hanya untuk anak yang hidup, sebagai doa atas kebaikannya di dunia ini.

Wallahua'lam bissahawab,


Ahmad Sarwat, Lc,. MA
(facebook.com/ustsarwat)
(http://www.rumahfiqih.com)
(http://www.kampussyariah.com)