Jumat, 02 November 2012

Jual Beli On-Line di Internet


Transaksi lewat internet sebenarnya tidak ada masalah dari segi syah atau tidaknya dalam pandangan syariat Islam. Masalah pembeli dan penjual tidak bertemu, maka itu dibolehkan dalam hukum Islam selama aman dari penipuan, gharar, dharar dan hal-hal yang merusak perdagangan.

Sistem jual beli tanpa bertemu ini lazim disebut Bai' Al-Mu'aathaah, yaitu jual beli yang meski penjual dan pembeli tidak bertemu langsung, namun keduanya telah paham akan apa yang mereka perjual-belikan baik kondisi barang, kualitas, kuantitas, jaminan, harga, diskon dan semua ketentuannya. Semua itu umumnya sudah dibuat dengan jelas dalam situs e-commerce.

Di luar internet, pembelian atau pemesanan barang tanpa melihat barangnya kecuali spesifikasi saja pun banyak terjadi. Termasuk tidak ada pertemuan pisik antara pembeli dengan penjual. Bukankah bila anda berlangganan koran dan majalah, Anda tidak pernah memeriksa terlebih dahulu keadaan korannya? Bahkan sering kali koran itu dilempar begitu saja oleh pengantar koran langganan anda ke halaman rumah. Sangat besar kemungkinannya Anda tidak bertemu langsung dengan si pengantar koran, bukan?

Dan kalau mau diteruskan, hal yang sama juga terjadi ketika Anda berlangganan listrik kepada PLN, air kepada PAM, telepon kepada TELKOM dan seterusnya. Sama sekali Anda tidak pernah bertemu langsung dengan pihak perusahaan itu. Tetapi transaksi tetap terjadi dan hal itu syah-syah saja. Dan setiap bulan Anda hanya membayar ke pihak lain yang ditunjuk seperti bank, tidak membayar langsung kepada masing-masing perusahaan.

Kalau pun ada masalah, lebih karena masalah sekuritinya yang masih lemah sehingga memudahkan pembobolan oleh pihak yang tidak bertanggung-jawab.

Salah satunya adalah carding, yaitu menggunakan kartu kredit orang lain dengan tidak syah. Ini adalah kejahatan dan hukumnya sama saja dengan mencuri. Secara jual beli memang sudah syah namun urusannya adalah pencuriannya. Dari sisi hukum, jual beli dalam kasus carding bukannya tidak syah. Namun yang haram adalah pada masalah asal uangnya.

Kasusnya mirip dengan beli mobil dengan uang hasil korupsi. Jual belinya bisa saja syah bila memenuhi syarat dan rukunnya, namun masalah korupsinya yang melanggar hukum. Si koruptor itulah yang harus dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku. Dalam hal ini, penjual mobil tidak menanggung apa-apa karena akadnya sudah terjadi secara benar.

Wallahu a'lam bishshawab.

Ahmad Sarwat, Lc.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar