Selasa, 11 Januari 2011

Status Hukum Sperma dan Bank Sperma Dalam Perspektif Hukum Islam

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Secara hukum, materi yang keluar dari tubuh manusia terdiri dari tiga kategori: Pertama, Materi suci, tanpa perbedaan pendapat di kalangan ulama. Contohnya: air mata, air liur, ingus, air ludah dan keringat. Kedua, Materi najis, tanpa perbedaan pendapat di kalangan ulama. Contohnya: tahi, air seni, wadi, madzi dan darah. Dan ketiga, Materi yang kesucian atau kenajisannya diperselisihkan oleh ulama, yaitu air mani (sperma). Perselisihan ini bersumber dari jalan keluar air mani (sperma) yang juga merupakan jalan keluar air seni. Di dalam makalah ini akan dijelaskan perbedaan pendapat ulama dalam masalah ini disertai dengan dalil dan argumentasinya masing-masing.
Berkenaan dengan bank sperma, maka untuk menentukan hukumnya tidak bisa dilepaskan dari hubungan perkawinan. Islam memandang penting hubungan perkawinan karena ia melibatkan banyak hukum lain yang muncul darinya, seperti nasab, pernikahan/perwalian, waris/harta pusaka dan sebagainya.
Dalam sebuah perkawinan, seseorang yang telah lama berumah tangga tetapi tidak mempunyai buah hati rasanya perkawinan tidak ada artinya dan hampa rasanya, karena perkawinan tersebut selain untuk memenuhi kepuasan seks dan kehalalan untuk berhubungan badan antara seorang laki-laki dan wanita, juga untuk mempunyai keturunan. Oleh karenanya banyak alternatif yang akan dipilih seperti: 1. Menyerah kepada nasib, 2. Adopsi, 3. Cerai, 4. Poligami, dan 5. Inseminasi buatan dengan membeli sperma di bank sperma. Alternatif yang terakhir ini merupakan permasalahan yang sangat besar bagi penentuan hukum Islam terutama dalam hal perkawinan dan harus ditanggapi serius mengingat pesatnya kemajuan teknologi dalam bidang kedokteran.
Kehadiran bank sperma menjadikan pengaruh yang sangat besar terhadap seorang suami isteri atau juga pada seorang gadis yang tidak mau kawin tapi ingin punya anak. Hal itu tidak asing lagi dan bisa terjadi dengan kemajuan teknologi sekarang ini.
Tapi tidak semudah itu untuk melakukannya, Islam sendiri telah memberi peraturan dan penjelasan yang tegas. Selanjutnya ditegaskan bahwa perkembangan teknologi biologi dewasa ini pelaksanaannya tak terkendali dan teknik-teknik seperti ini dapat menuju kepada konsekuensi merusak yang tak terbayangkan bagi masyarakat. Lebih jauh lagi dikatakan, "Apa yang secara teknik mungkin, bukan berarti secara moral dibolehkan". Seperti halnya inseminasi buatan dengan donor yang dibeli dari bank sperma pada hakikatnya merendahkan hakikat manusia sejajar dengan hewan yang diinseminasi, padahal manusia tidak sama dengan makhluk lainnya.
Berdampak dari mungkin terjadinya hal seperti itu, akan menyebabkan kerancuan pada status dan nasab anak tersebut. Sedangkan hukum Islam sendiri pada masa lalu tidak mengenal apa itu bank sperma dan inseminasi buatan, maka dari itu demi kemaslahatan dan menegakkan hukum perkawinan dalam dunia Islam, pemecahan permasalahan ini tidak hanya cukup disini saja tapi juga harus berkembang mengikuti perkembangan zaman pula. Oleh karena itu hal ini menurut penulis menarik untuk dibahas serta dianalisis dengan beberapa sumber-sumber hukum Islam yang ada dan juga metode ushul fiqh sehingga permasalahan ini menjadi terang dan jelas bagi umat Islam.

B. Rumusan masalah
Untuk menjawab permasalahan yang dikemukakan dalam latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan beberapa pertanyaan yang merupakan inti dari masalah ini sebagai berikut:
1. Bagaimana status hukum sperma, sucikah atau najiskah?
2. Apa pendapat ulama tentang status hukum sperma?
3. Apa latar belakang munculnya bank sperma?
4. Apa hubungan bank sperma dan perkawinan?
5. Bagaimana pendapat para ulama tentang bank sperma dan hukum adanya bank sperma menurut hukum Islam?

BAB II
PEMBAHASAN

STATUS HUKUM SPERMA
DAN BANK SPERMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

A. Status Hukum Sperma
1. Pengertian Sperma
Sperma atau mani adalah sejenis cairan putih dan kental yang keluar dengan semprotan/muncrat melalui saluran air seni di saat syahwat sedang memuncak baik karena bercumbu, bersetubuh, onani/masturbasi, atau dalam keadaan tidur karena mimpi disertai rasa nikmat dan rasa capek setelah keluarnya.
Menurut definisi yang diberikan oleh Abdurrahman al-Jaziri, air mani atau sperma adalah air yang keluar dalam keadaan nikmat karena jimak dan sebagainya. Mani ini keluar dari laki-laki ketika kondisi fisiknya normal (tidak sakit), berwarna putih kental; sedang yang keluar dari wanita berwarna kuning encer. Mereka berpendapat bahwa cairan (mani) wanita itu tidak sampai keluar, melainkan tetap ada dalam farjinya, dan mungkin hanya tampak bekasnya pada zakar (penis) laki-laki.
Selain sperma, ada bentuk cairan lain yang menyerupainya, yaitu madzi dan wadi. Madzi adalah air yang lembut dan lengket, ia keluar di saat syahwat sedang memuncak, seperti saat -kedua pasangan- bercumbu atau ketika ingat hal-hal yang yang berkaitan dengan persetubuhan atau saat timbul hasrat untuk bersetubuh.
Adapun Wadi adalah air yang berwarna putih dan kental, ia keluar setelah air seni dikarenakan rasa letih dan biasanya terjadi pada seseorang yang sudah berusia lanjut.
Bedanya dengan sperma, ketika keluar, ia tidak muncrat dan tidak disertai rasa capek setelah keluarnya, bahkan bisa jadi seseorang tidak merasakan keluarnya air madzi atau wadi. Dua hal tersebut bisa terjadi baik pada seorang laki-laki maupun perempuan, namun hal itu lebih banyak terjadi pada perempuan.
Selain dari ketiga istilah ini, istilah najis juga dipakai dalam menguraikan permasalahan ini. Najis adalah lawan dari kata suci, dan najis itu sendiri adalah sesuatu yang kotor secara syar’i, di mana hal itu mewajibkan bagi setiap muslim untuk mensucikan diri darinya dan mencuci semua yang terkena najis tersebut.

2. Hukum Sperma
Para ulama sepakat mengatakan bahwa madzi dan wadi hukumnya najis, oleh karena itu Nabi SAW memerintahkan untuk mencuci kemaluan dari hal itu. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Syaikhani, Nabi SAW pernah bersabda kepada seseorang yang bertanya tentang madzi,
يَغْسِلُ ذَكَرَهُ وَيَتَوَضَّأُ
“Hendaknya mencuci kemaluannya, lalu berwudhu.”
Dari Ibnu Abbas, ia berkata: “-Tiga hal; -Mani, Wadi, dan Madzi; adapun mani adalah yang mewajibkan seseorang untuk mandi, adapun wadi dan madzi, maka cucilah kemaluanmu, kemudian wudhulah sebagaimana kamu wudhu untuk shalat.”
Adapun sperma, para ulama berbeda pendapat dalam menentukan apakah ia najis atau suci. Paling tidak pendapat mereka terbagi menjadi dua:
Pertama, bahwa sperma adalah najis.
Kalangan Hanafiyah dan Malikiyyah berpendapat bahwa sperma adalah najis. Mereka berdalil dengan beberapa hal berikut:
a. Hadits yang diriwayatkan dari Aisyah ketika ditanya tentang sperma yang mengenai baju, maka dia berkata: “Aku mencucinya dari baju Rasulullah SAW, beliau kemudian keluar untuk melaksanakan shalat, dan bekas cuciannya itu ada pada bajunya.” Dalam hal ini mencuci tidak mungkin dilakukan, kecuali pada sesuatu yang dihukumi najis.
b. Air mani keluar melalui saluran air seni, untuk itu pencucian dengan fasilitas air menjadi satu-satunya cara pembersihan, sebagaimana yang berlaku pada najis-najis yang lain.
c. Status air seni (dalam hal kenajisannya) disamakan dengan hasil-hasil buangan tubuh manusia lainnya yang dianggap kotor atau jorok, seperti air seni dan tinja. Alasan penyamaan ini adalah bahwa materi-materi tersebut merupakan hasil uraian (biologis) makanan (oleh tubuh).
d. Tidak ada kendala untuk mengatakan bahwa asal muasal manusia, yaitu mani adalah sesuatu yang najis. Sebab mereka yang mengatakan sebaliknya juga berpendapat bahwa ‘alaqah (segumpal darah yang merupakan kelanjutan dari perkembangan air mani dalam rahim) adalah najis, karena ia merupakan darah sementara darah adalah najis. Padahal ‘alaqah juga merupakan cikal bakal tubuh manusia juga.
e. Adapun hadits-hadits yang menjelaskan pembersihan air mani dengan cara digosok-gosok (hingga rontok) bukan merupakan dalil kesucian air mani. Karena bisa jadi menggosok merupakan suatu cara penyucian, sementara air mani itu sendiri adalah materi najis. Hal ini dapat diperhatikan dalam riwayat yang menjelaskan bahwa sandal yang terkena najis maka (gesekan) debu merupakan cara menyucikannya. Artinya, debu dianggap cukup untuk mencuci najis tersebut, sementara tidak ada dalil yang mengatakan kesucian najis itu sendiri.
Lagi pula, jika air mani suci, lalu mengapa Rasulullah SAW memerintahkan digosok-gosok? Jika ia suci tentu beliau boleh langsung shalat tanpa harus dihilangkan.
Demikian beberapa alasan ulama kalangan Hanafiyah dan Malikiyyah yang diringkas dari buku Syarh Ma’ani al-Atsar, karya Ath-Thahawi sebagaimana yang dikutip oleh Abdullah bin Abdurrahman al-Bassam.
Di kalangan ulama Syi’ah juga berpendapat bahwa sperma itu hukumnya najis dan bila mengenai suatu benda dengan tingkat kebasahan yang dapat berpindah, maka hal itu mengakibatkan kenajisannya.
Kedua, bahwa sperma adalah suci.
Al-Imam al-Syafi’i, Ahmad dan Daud al-Zhahiri berpendapat bahwa air sperma adalah suci, tidak najis. Mereka berpendapat bahwa ia tidak lebih kotor dari ingus dan air ludah. Mereka berdalil dengan beberapa hal berikut:
a. Hadits dari Aisyah ra:
وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: (كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَغْسِلُ الْمَنِيَّ، ثُمَّ يَخْرُجُ إِلَى الصَّلاَةِ فِيْ ذَلِكَ الثَّوْبِ، وَأَنَا أَنْظُرُ إِلَى أَثَرِ الْغَسْلِ). مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ. وَلِمُسْلِمٍ: (لَقَدْ كُنْتُ أَفْرُكُهُ مِنْ ثَوْبِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرْكًا فَيُصَلِّ فِيْهِ)، وَ فِيْ لَفْظٍ لَهُ: (لَقَدْ كُنْتُ أَحُكُّهُ يَابِسًا بِظُفْرِيْ مِنْ ثَوْبِهِ).

Dari Aisyah ra dia berkata: Rasulullah SAW (pernah) mencuci mani (dari bajunya), kemudian beliau keluar (rumah) untuk melakukan shalat dengan baju tersebut. (Saat itu) aku melihat bekas cucian itu (atsar al-ghusl). (Muttafaq Alaih). Dalam redaksi hadits yang diriwayatkan oleh Muslim terdapat kalimat: “Aku pernah menggosok-gosok (air mani) dari baju Rasulullah SAW lalu beliau shalat dengan baju tersebut.” Sementara dalam redaksi Muslim yang lain disebutkan, “Aku pernah mengerik (mani yang kering) dari baju beliau SAW dengan kukuku.”
Kandungan yang dapat ditangkap dari hadits ini ialah kesucian air mani manusia. Rasulullah SAW membersihkan air mani dengan cara menggosok-gosoknya, tanpa mencucinya merupakan bukti kesucian air mani. Sikap beliau SAW yang membiarkan air maninya hingga kering, padahal ajarannya adalah bersegera membersihkan najis, merupakan bukti kesucian air mani.
b. Riwayat yang paling shahih di antara dua riwayat yang diambil dari Ahmad, dan mereka mendasarkan itu pada hadits Aisyah yang berbicara tentang mani Nabi SAW, dia berkata: “Aku mengeriknya dari baju Rasulullah SAW.”
c. Juga sebuah hadits yang diriwayatkan dari Aisyah bahwa seseorang pernah bertamu kepada Aisyah, ketika waktu telah pagi dia mencuci bajunya, maka Aisyah berkata: “Boleh bagimu untuk mencucinya (mani) pada bagian yang terkena dan kamu melihatnya, jika kamu tidak melihat, maka percikkanlah air di sekitarnya, karena sesungguhnya kamu telah melihatku menggosoknya dari baju Rasulullah SAW, beliau kemudian berangkat melaksanakan shalat dengannya.”
d. Hadits-hadits yang menjelaskan pembersihan air mani dengan cara digosok (agar rontok) tanpa mencucinya dengan air. Hadits-hadits merupakan dalil terpenting yang menetapkan kesucian air mani. Jika ia najis tentu cara pembersihan seperti ini tidak cukup.
e. Air mani merupakan materi asal pembentukan manusia yang suci yang dimuliakan oleh Allah SWT. Bagaimana bisa ia merupakan sesuatu yang najis. Adapun cara pembersihan dari baju Beliau SAW dengan menggunakan air tidak menunjukkan bahwa ia najis. Hal itu hanya karena alasan kebersihan normal, sebagaimana pembersihan terhadap air ludah dan ingus.
f. Sikap Rasulullah SAW yang tidak cepat-cepat menghilangkannya dari bajunya hingga ia mengering juga merupakan dalil kesucian air mani. Karena, seperti yang telah diketahui, sebagian dari petunjuk yang diajarkan beliau adalah kesegeraan dalam menghilangkan najis. Hal ini dapat diperhatikan dari perintah Beliau SAW agar menyiram air seni seorang Arab Badui yang buang air kecil di masjid. Begitu juga ketika Beliau SAW segera membersihkan bajunya dari air seni bayi yang buang air kecil di pangkuannya. Ditambah dengan keterangan-keterangan lain sifatnya spesifik.
g. Syaikhul Islam, Ibnu Taimiyah berpendapat air mani adalah suci. Adanya riwayat yang menerangkan bahwa Aisyah ra dalam satu kesempatan mencucinya dari baju Rasulullah SAW dengan air dan dalam kesempatan lain menggosok-gosoknya (atau menggaruk-garuknya) tidak mengindikasikan kenajisan air mani. Sebab baju yang terkena ingus atau kotoran juga dicuci dengan air (meskipun materi tersebut tidak najis).


3. Analisa
Beranjak dari pendapat Hanafiyah sebelumnya, dapat dipahami bahwa dalam menetapkan hukum najis pada sperma, Hanafiyah menggunakan metode bayani, yakni berargumentasi kepada hadits yang mengatakan sperma sama dengan air kencing, tahi dan muntah. Sebagaimana hadits dari ‘Ammar bin Yasir riwayat Daru Quthni yang dijadikan dalil oleh Hanafiyah.
Di samping itu, Hanafiyah juga melihat kepada tempat keluarnya sperma itu sendiri, di mana sama dengan tempat keluarnya air kencing. Dengan demikian, mereka berkesimpulan bahwa sperma itu digolongkan kepada najis.
Hanafiyah juga memandang bahwa hadits Rasulullah saw yang memerintahkan membasuh sperma lebih shahih dari hadits yang menginformasikan menggosok.
Selanjutnya melihat pendapat Syafi’iyah yang mengatakan sperma adalah suci, dapat pula dipahami bahwa metode yang digunakan juga bayani, yakni menyamakan sperma kepada ingus dan dahak yang tidak tergolong kepada najis.
Melihat dalil-dalil yang digunakan Hanafiyah dan Syafi’iyah di atas, dapat dipahami pada prinsipnya mereka sama-sama menggunakan hadits sebagai argumentasi. Hanya saja mereka tidak menggunakan hadits yang sama. Hanafiyah menggunakan hadits yang mengatakan sperma tergolong kepada benda yang najis, sedangkan Syafi’iyah menggunakan hadits yang mengatakan bahwa sperma tergolong kepada benda yang suci.
Menurut hemat penulis, kenajisan sperma itu lebih kepada predikatnya, bukan kepada zatnya. Artinya, bila sesuatu benda terkena najis, dipandang cukup membersihkannya dengan jalan mengikis atau sejenisnya. Sebab sangat tidak pantas, bila kain yang terkena sperma dilihat orang lain.





B. Bank Sperma
1. Pengertian Bank Sperma dan Proses Penyimpanannya
Bank sperma adalah tempat pengambilan dan pengumpulan sperma dari donor sperma lalu dibekukan dan disimpan ke dalam larutan nitrogen cair untuk mempertahankan fertilitas sperma. Dalam bahasa medis biasa disebut dengan Cryobanking. Cryobanking adalah suatu teknik penyimpanan sel cryopreserved untuk digunakan di kemudian hari. Pada dasarnya, semua sel dalam tubuh manusia dapat disimpan dengan menggunakan teknik dan alat tertentu sehingga dapat bertahan hidup untuk jangka waktu tertentu.
Hal ini dapat dilakukan pada suhu yang relatif rendah. Teknik yang paling sering digunakan dan terbukti berhasil saat ini adalah metode Controlled Rate Freezing, dengan menggunakan gliserol dan egg yolk sebagai cryoprotectant untuk mempertahankan integritas membran sel selama proses pendinginan dan pencairan. Teknik cryobanking terhadap sperma manusia telah memungkinkan adanya keberadaan donor semen, terutama untuk pasangan-pasangan infertil.
Tentu saja, semen-semen yang akan didonorkan perlu menjalani serangkaian pemeriksaan, baik dari segi kualitas sperma maupun dari segi pendonor seperti adanya kelainan-kelainan genetik.
Selain digunakan untuk sperma-sperma yang berasal dari donor, bank sperma juga dapat dipergunakan oleh para suami yang produksi spermanya sedikit atau bahkan akan terganggu. Hal ini dimungkinkan karena derajat cryosurvival dari sperma yang disimpan tidak ditentukan oleh kualitas sperma melainkan lebih pada proses penyimpanannya.
Telah disebutkan diatas, bank sperma dapat dipergunakan oleh mereka yang produksi spermanya akan terganggu. Maksudnya adalah pada mereka yang akan menjalani vasektomi atau tindakan medis lain yang dapat menurunkan fungsi reproduksi seseorang. Dengan bank sperma, semen dapat dibekukan dan disimpan sebelum vasektomi untuk mempertahankan fertilitas sperma.


2. Sejarah Bank Sperma
Bank sperma sebenarnya telah berdiri beberapa tahun yang lalu, pada tahun 1980 di Escondido California yang didirikan oleh Robert Graham, si kakek berumur 73 tahun, juga di Eropah, dan di Guangdong Selatan China, yang merupakan satu di antara lima bank sperma besar di China.
Sementara itu, bank pusat sel embrio di Shanghai, bank besar lain dari lima bank besar di China, meluncurkan layanan baru yang mendorong kaum lelaki untuk menabung spermanya, demikian laporan kantor berita Xinhua. Bank tersebut menawarkan layanan penyimpanan sperma bagi kaum lelaki muda yang tidak berencana untuk punya keturunan, namun mereka takut kalau nanti mereka tidak akan menghasilkan semen yang cukup secara jumlah dan kualitas, ketika mereka berencana untuk memiliki keluarga.

3. Latar Belakang dan Tujuan Munculnya Bank Sperma
Latar belakang munculnya bank sperma antara lain adalah sebagai berikut :
a. Keinginan memperoleh atau menolong untuk memperoleh keturunan pada seorang pasangan suami istri yang tidak mempunyai anak.
b. Memperoleh generasi jenius atau orang super.
c. Menghindarkan kepunahan manusia.
d. Memilih suatu jenis kelamin.
e. Mengembangkan kemajuan teknologi terutama dalam bidang kedokteran.
Menurut Werner (2008), beberapa alasan seseorang memutuskan untuk menyimpan spermanya pada cryobanking, antara lain:
a. Seseorang akan menjalani beberapa pengobatan terus menerus yang dapat mengurangi produksi dan kualitas sperma.
b. Seseorang memiliki kondisi medis yang dapat mempengaruhi kemampuan orang tersebut untuk ejakulasi (misal: sklerosis multipel, diabetes).
c. Seseorang akan menjalani perawatan penyakit kanker yang mungkin akan mengurangi atau merusak produksi dan kualitas sperma.
d. Seseorang akan memasuki daerah kerja yang berbahaya yang memungkinkan orang tersebut terpapar racun reproduktif.
e. Seseorang akan menjalani beberapa prosedur yang dapat mempengaruhi kondisi testis, prostat, atau kemampuan ejakulasinya (misal: operasi usus besar, pembedahan nodus limpha, operasi prostat).
f. Seseorang akan menjalani vasektomi.
Adapun salah satu tujuan diadakan bank sperma adalah semata-mata untuk membantu pasangan suami isteri yang sulit memperoleh keturunan dan menghindarkan dari kepunahan sama halnya dengan latar belakang munculnya bank sperma seperti yang telah dijelaskan diatas.

4. Hubungan Bank Sperma dan Perkawinan
Perkawinan di dalam Islam merupakan suatu institusi yang mulia. Ia adalah ikatan yang menghubungkan seorang lelaki dengan seorang perempuan sebagai suami isteri. Hasil dari akad yang berlaku, kedua suami dan isteri mempunyai hubungan yang sah dan kemaluan keduanya adalah halal untuk satu sama lain. Sebab itulah akad perkawinan ini dikatakan sebagai satu akad untuk menghalalkan persetubuhan di antara seorang lelaki dengan wanita, yang sebelumnya diharamkan.
Namun, hubungan perkawinan yang wujud ini bukanlah semata-mata untuk mendapatkan kepuasan seks, tetapi merupakan satu kedudukan untuk melestarikan keturunan manusia secara sah.
Agar terciptanya rumah tangga yang bahagia dan sejahtera, Allah SWT dan Rasul-Nya memberikan petunjuk agar sebelum perkawinan memilih calon yang baik. Di antara kebahagiaan dan kesejahteraan rumah tangga adalah hadirnya anak seperti yang didambakan sebagai generasi penerus dari keluarganya.
Oleh sebab itu, anak manapun yang dilahirkan dari perkawinan yang sah adalah anak sah baik menurut syara’ atau hukum positif di indonesia. Anak tersebut dikatakan mempunyai nasab yang sah dari segi hukum syara’, berbeda dengan anak zina yang tidak boleh dihubungkan dengan nasab ayah biologisnya. Islam memandang penting hubungan perkawinan atau persetubuhan sah ini karena ia melibatkan banyak lagi hukum lain yang muncul darinya seperti nasab, waris, harta pusaka dan sebagainya.
Kehadiran bank sperma menjadikan pengaruh yang sangat besar terhadap seorang suami isteri atau juga pada seorang gadis yang tidak mau kawin tapi ingin punya anak. Hal itu tidak asing lagi dan bisa terjadi dengan kemajuan teknologi sekarang ini, seperti adanya bank sperma, tinggal beli saja lalu disuntikkan ke dalam alat kelamin perempuan.
Seperti yang dilakukan oleh Nona Afton Blake. IQ-nya 130+ belum kawin yang melahirkan anak bernama Doron Blake, disebut bayi ajaib sebelum berumur dua tahun, ia sudah lancar berbicara. Ketika pas berusia dua tahun, majalah Newsweek memuat gambarnya sedang bermain piano. Bahkan dia juga sudah menguasai satu alat musik modern kegemarannya, Electronic Music Synthesizer. Dia lahir berkat jasa "Bank Sperma Nobel", nama populer sebuah badan yang sebenarnya bernama Repository for Germinal Choise. Ayahnya adalah sperma dengan kode nomor 28, berasal dari seorang jenius di bidang komputer dan musik klasik.
Tapi tidak semudah itu untuk melakukannya, Islam sendiri telah memberi peraturan dan penjelasan yang tegas bahwa antara kaum laki-laki dan perempuan dijadikan berbeda-beda untuk saling berpasang-pasangan, oleh karena itu maka adanya anjuran untuk kawin sekaligus hubungannya dengan perkawinan.
Selanjutnya ditegaskan bahwa perkembangan teknologi biologi dewasa ini pelaksanaannya tak terkendali dan teknik-teknik semacam ini dapat menuju kepada konsekuensi merusak yang tak terbayangkan bagi masyarakat. Lebih jauh lagi dikatakan, "Apa yang secara teknik mungkin, bukan berarti secara moral dibolehkan". Seperti halnya inseminasi buatan dengan donor yang dibeli dari bank sperma pada hakikatnya merendahkan hakikat manusia sejajar dengan hewan yang diinseminasi, padahal manusia itu tidak sama dengan makhluk lainnya.
Jadi kita telah diciptakan berbeda dengan makhluk lainnya tidak seperti binatang dan lain sebagainya, oleh karena itu untuk memperoleh keturunan juga telah diwajibkan dengan jalan perkawinan yang menghalalkan persetubuhan tidak sama halnya dengan binatang yang selalu melakukan persetubuhan dimana saja dan kapanpun tanpa adanya ikatan perkawinan yang mengikat.

5. Hukum Bank Sperma dan Pendapat Para Ulama
Berdasarkan pengalaman yang kita tahu bahwa yang namanya bank adalah tempat mengumpulkan dan menabung sesuatu yang berupa uang, tetapi dalam hal ini berbeda, yang dikumpulkan bukan lagi uang tetapi sperma dari pendonor sebanyak mungkin. Yang perlu dinyatakan untuk menentukan hukum ini pada tahap pertama ialah cara pengambilan atau mengeluarkan sperma dari si pendonor dengan cara masturbasi (onani).
Persoalan dalam hukum Islam adalah bagaimana hukum onani tersebut dalam kaitan dengan pelaksanaan pengumpulan sperma di bank sperma dan inseminasi buatan?.
Secara umum, Islam memandang melakukan onani merupakan tergolong perbuatan yang tidak etis. Mengenai masalah hukum onani, fuqaha berbeda pendapat. Ada yang mengharamkan secara mutlak dan ada yang mengharamkan pada suatu hal-hal tertentu, ada yang mewajibkan juga pada hal-hal tertentu, dan ada pula yang menghukumi makruh.
Sayyid Sabiq mengatakan bahwa Malikiyah, Syafi`iyah, dan Zaidiyah menghukumi haram. Alasan yang dikemukakan adalah bahwa Allah SWT memerintahkan menjaga kemaluan dalam segala keadaan kecuali kepada isteri dan budak yang dimilikinya. Hanabilah berpendapat bahwa onani memang haram, tetapi kalau karena takut zina, maka hukumnya menjadi wajib, kaidah usul :
ارتكاب اخف الضررين واجب
“Mengambil yang lebih ringan dari suatu kemudharatan adalah wajib”
Kalau tidak ada alasan yang senada dengan itu maka onani hukumnya haram. Ibnu Hazm berpendapat bahwa onani hukumnya makruh, tidak berdosa tetapi tidak etis. Diantara yang memakruhkan onani itu juga Ibnu Umar dan Atha` bertolak belakang dengan pendapat Ibnu Abbas, Hasan dan sebagian besar Tabi`in menghukumi Mubah. Al-Hasan justru mengatakan bahwa orang-orang Islam dahulu melakukan onani pada masa peperangan. Mujahid juga mengatakan bahwa orang Islam dahulu memberikan toleransi kepada para pemudanya melakukan onani. Hukumnya adalah mubah, baik buat laki-laki maupun perempuan.
Ali Ahmad Al-Jurjawy dalam kitabnya Hikmat al-Tasyri` wa Falsafatuhu telah menjelaskan kemadharatan onani dan mengharamkan perbuatan ini, kecuali kalau karena kuatnya syahwat dan tidak sampai menimbulkan zina. Agaknya Yusuf Al-Qardhawy juga sependapat dengan Hanabilah mengenai hal ini, al-Imam Taqiyuddin Abi Bakar Ibnu Muhammad Al-Husainy juga mengemukakan kebolehan onani yang dilakukan oleh isteri atau ammahnya karena itu memang tempat kesenangannya:
لواستمني الرجل بيد امرأمته جاز لأنهامحل استمتاعه
“Seorang laki-laki dibolehkan mencari kenikmatan melalui tangan isteri atau hamba sahayanya karena di sanalah (salah satu) dari tempat kesenangannya.”

Tahapan yang kedua setelah bank sperma mengumpulkan sperma dari beberapa pendonor, maka bank sperma akan menjualnya kepada pembeli dengan harga tergantung kualitas spermanya. Setelah itu agar pembeli sperma dapat mempunyai anak maka harus melalui proses yang dinamakan inseminasi buatan.
Inseminasi buatan ialah pembuahan pada hewan atau manusia tanpa melalui senggama (sexual intercourse). Ada beberapa teknik inseminasi buatan yang telah dikembangkan dalam dunia kedokteran, antara lain adalah: Pertama; Fertilazation in Vitro (FIV) dengan cara mengambil sperma suami dan ovum istri kemudian diproses di vitro (tabung), dan setelah terjadi pembuahan, lalu ditransfer di rahim istri. Kedua; Gamet Intra Felopian Tuba (GIFT) dengan cara mengambil sperma suami dan ovum istri, dan setelah dicampur terjadi pembuahan, maka segera ditanam di saluran telur (tuba palupi) Teknik kedua ini terlihat lebih alamiah, sebab sperma hanya bisa membuahi ovum di tuba palupi setelah terjadi ejakulasi melalui hubungan seksual.
Masalah inseminasi buatan ini menurut pandangan Islam termasuk masalah kontemporer ijtihadiah, karena tidak terdapat hukumnya seara spesifik di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah bahkan dalam kajian fiqih klasik sekalipun. Karena itu, kalau masalah ini hendak dikaji menurut Hukum Islam, maka harus dikaji dengan memakai metode ijtihad yang lazimnya dipakai oleh para ahli ijtihad (mujtahidin), agar dapat ditemukan hukumnya yang sesuai dengan prinsip dan jiwa Al-Qur’an dan As-Sunnah yang merupakan sumber pokok hukum Islam. Namun, kajian masalah inseminasi buatan ini seyogyanya menggunakan pendekatan multi disipliner oleh para ulama dan cendikiawan muslim dari berbagai disiplin ilmu yang relevan, agar dapat diperoleh kesimpulan hukum yang benar-benar proporsional dan mendasar. Misalnya ahli kedokteran, peternakan, biologi, hukum, agama dan etika.
Masalah inseminasi buatan ini sejak tahun 1980-an telah banyak dibicarakan di kalangan Islam, baik di tingkat nasional maupun internasional. Misalnya Majlis Tarjih Muhammadiyah dalam Muktamarnya tahun 1980, mengharamkan bayi tabung dengan sperma donor sebagaimana diangkat oleh Panji Masyarakat edisi nomor 514 tanggal 1 September 1986. Lembaga Fiqih Islam Organisasi Konferensi Islam (OKI) dalam sidangnya di Amman tahun 1986 mengharamkan bayi tabung dengan sperma donor atau ovum, dan membolehkan pembuahan buatan dengan sel sperma suami dan ovum dari isteri sendiri. Vatikan secara resmi tahun 1987 telah mengecam keras pembuahan buatan, bayi tabung, ibu titipan dan seleksi jenis kelamin anak, karena dipandang tak bermoral dan bertentangan dengan harkat manusia. Mantan Ketua IDI, dr. Kartono Muhammad juga pernah melemparkan masalah inseminasi buatan dan bayi tabung. Ia menghimbau masyarakat Indonesia dapat memahami dan menerima bayi tabung dengan syarat sel sperma dan ovumnya berasal dari suami-isteri sendiri.
Dengan demikian, mengenai hukum inseminasi buatan dan bayi tabung pada manusia harus diklasifikasikan persoalannya secara jelas. Bila dilakukan dengan sperma atau ovum suami isteri sendiri, baik dengan cara mengambil sperma suami kemudian disuntikkan ke dalam vagina, tuba palupi atau uterus isteri, maupun dengan cara pembuahannya di luar rahim, kemudian buahnya ditanam di dalam rahim istri; maka hal ini dibolehkan, asal keadaan suami isteri tersebut benar-benar memerlukan inseminasi buatan untuk membantu pasangan suami isteri tersebut memperoleh keturunan.
Hal ini sesuai dengan kaidah hukum fiqh Islam:
الحاجة تنزل منزلة الضرورة والضرورة تبيح المحظورات
“Hajat (kebutuhan yang sangat penting itu) diperlakukan seperti dalam keadaan terpaksa (emergency). Padahal keadaan darurat/terpaksa itu membolehkan melakukkan hal-hal yang terlarang.”

Sebaliknya, kalau inseminasi buatan itu dilakukan dengan bantuan donor sperma dan ovum, maka diharamkan dan hukumnya sama dengan zina. Sebagai akibat hukumnya, anak hasil inseminasi itu tidak sah dan nasabnya hanya berhubungan dengan ibu yang melahirkannya. Dalil-dalil syar’i yang dapat dijadikan landasan menetapkan hukum haram inseminasi buatan dengan donor ialah:
a. Firman Allah SWT dalam surat al-Isra: 70 dan At-Tin: 4. Kedua ayat tersebut menunjukkan bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk yang mempunyai kelebihan/keistimewaan sehingga melebihi makhluk-makhluk Tuhan lainnya. Dan Tuhan sendiri berkenan memuliakan manusia, maka sudah seharusnya manusia bisa menghormati martabatnya sendiri serta menghormati martabat sesama manusia. Dalam hal ini inseminasi buatan dengan donor itu pada hakikatnya dapat merendahkan harkat manusia sejajar dengan tumbuh-tumbuhan dan hewan yang diinseminasi.
b. Hadits Nabi SAW yang mengatakan, “Tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman orang lain (istri orang lain).” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan dipandang Shahih oleh Ibnu Hibban).
Berdasarkan hadits tersebut para ulama sepakat mengharamkan seseorang melakukan hubungan seksual dengan wanita hamil dari istri orang lain. Tetapi mereka berbeda pendapat apakah sah atau tidak mengawini wanita hamil. Menurut Abu Hanifah boleh, asalkan tidak melakukan senggama sebelum kandungannya lahir. Sedangkan Zufar tidak membolehkan. Pada saat para imam mazhab masih hidup, masalah inseminasi buatan belum timbul. Karena itu, kita tidak bisa memperoleh fatwa hukumnya dari mereka.
Hadits ini juga dapat dijadikan dalil untuk mengharamkan inseminasi buatan pada manusia dengan donor sperma dan/atau ovum, karena kata maa’ dalam bahasa Arab bisa berarti air hujan atau air secara umum, seperti dalam Thaha: 53. Juga bisa berarti benda cair atau sperma seperti dalam An-Nur: 45 dan Al-Thariq: 6.
c. Dalil lain untuk syarat kehalalan inseminasi buatan bagi manusia harus berasal dari sperma dan ovum pasangan yang sah menurut syariah adalah kaidah hukum fiqih yang mengatakan “dar’ul mafsadah muqaddam ‘ala jalbil mashlahah” (menghindari mafsadah atau mudharat) harus didahulukan daripada mencari atau menarik maslahah/kebaikan.
Sebagaimana kita ketahui bahwa inseminasi buatan pada manusia dengan donor sperma dan/atau ovum lebih banyak mendatangkan mudharat daripada maslahah. Maslahah yang dibawa inseminasi buatan ialah membantu suami-isteri yang mandul, baik keduanya maupun salah satunya, untuk mendapatkan keturunan atau yang mengalami gangguan pembuahan normal. Namun mudharat dan mafsadahnya jauh lebih besar, antara lain berupa:
a. Percampuran nasab, padahal Islam sangat menjaga kesucian/kehormatan kelamin dan kemurnian nasab, karena nasab itu ada kaitannya dengan kemahraman dan kewarisan.
b. Bertentangan dengan sunnatullah atau hukum alam.
c. Inseminasi pada hakikatnya sama dengan prostitusi, karena terjadi percampuran sperma pria dengan ovum wanita tanpa perkawinan yang sah.
d. Kehadiran anak hasil inseminasi bisa menjadi sumber konflik dalam rumah tangga.
e. Anak hasil inseminasi lebih banyak unsur negatifnya daripada anak adopsi.
f. Bayi tabung lahir tanpa melalui proses kasih sayang yang alami, terutama bagi bayi tabung lewat ibu titipan yang menyerahkan bayinya kepada pasangan suami-isteri yang punya benihnya sesuai dengan kontrak, tidak terjalin hubungan keibuan secara alami. (QS. Luqman:14 dan Al-Ahqaf:14).
Adapun mengenai status anak hasil inseminasi buatan dengan donor sperma dan/atau ovum menurut hukum Islam adalah tidak sah dan statusnya sama dengan anak hasil prostitusi atau hubungan perzinaan. Dan kalau kita bandingkan dengan bunyi pasal 42 UU Perkawinan No. 1 tahun 1974, “Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah” maka tampaknya memberi pengertian bahwa anak hasil inseminasi buatan dengan donor itu dapat dipandang sebagai anak yang tidak sah. Namun, kalau kita perhatikan pasal dan ayat lain dalam UU Perkawinan ini, terlihat bagaimana peranan agama yang cukup dominan dalam pengesahan sesuatu yang berkaitan dengan perkawinan. Misalnya pasal 2 ayat 1 (sahnya perkawinan), pasal 8 (f) tentang larangan perkawinan antara dua orang karena agama melarangnya, dll. Lagi pula negara kita tidak mengizinkan inseminasi buatan dengan donor sperma dan/atau ovum, karena tidak sesuai dengan konstitusi dan hukum yang berlaku.
Hal ini sesuai dengan keputusan Majelis Ulama Indonesia di Jakarta 13 Juni 1979 tentang masalah bayi tabung atau enseminasi buatan:
1. Bayi tabung dengan sperma dan ovum dari pasangan suami isteri yang sah hukumnya mubah (boleh), sebab hak ini termasuk ikhtiar berdasarkan kaidah-kaidah agama.
2. Bayi tabung dari pasangan suami-isteri dengan titipan rahim isteri yang lain (misalnya dari isteri kedua dititipkan pada isteri pertama) hukumnya haram berdasarkan kaidah Sadd az-Zari'ah, sebab hal ini akan menimbulkan masalah yang rumit dalam kaitannya dengan masalah warisan (khususnya antara anak yang dilahirkan dengan ibu yang mempunyai ovum dan ibu yang mengandung kemudian melahirkannya, dan sebaliknya).
3. Bayi tabung dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia hukumnya haram berdasarkan kaidah Sadd az-Zari'ah, sebab hal ini akan menimbulkan masalah yang pelik, baik dalam kaitannya dengan penentuan nasab maupun dalam kaitannya dengan hal kewarisan.
4. Bayi tabung yang sperma dan ovumnya diambil dari selain pasangan suami isteri yang sah hukumnya haram, karena itu statusnya sama dengan hubungan kelamin antar lawan jenis di luar pernikahan yang sah (zina), dan berdasarkan kaidah Sadd az-zari'ah, yaitu untuk menghindarkan terjadinya perbuatan zina sesungguhnya.

Dalam masalah munculnya bank sperma terdapat dua hukum yang perlu dipahami di sini, pertama, hukum keberadaan bank sperma itu sendiri, dan kedua, hukum menggunakan layanan bank tersebut. Pertama dari segi hukum keberadaan/ eksistensi bank sperma itu sendiri, maka hal ini tidaklah menjadi satu keharaman, selama bank tersebut mematuhi hukum syara’ dari segi operasinya.
Hal ini karena dari segi hukum, boleh saja suami menyimpan sperma mereka di bank sperma hanya untuk isterinya apabila keadaan memerlukan, Namun begitu, sperma itu mestilah dihapuskan apabila si suami telah meninggal. Sperma tersebut juga mesti dihapuskan jika terjadi perceraian (talaq ba’in) di antara suami isteri. Di dalam kedua perkara ini (kematian suami dan talaq ba’in), jika mantan isteri tetap melakukan proses memasukkan sel yang telah disimpan itu ke dalam rahimnya, maka dia (termasuk dokter yang mengetahui dan membantu) telah melakukan keharaman dan wajib dikenakan ta’zir.
Kedua, menggunakan layanan bank sperma tersebut yakni mendapatkan sperma laki-laki untuk disenyawakan dengan sel telur perempuan agar menyebabkan kehamilan dengan cara inseminasi buatan, hal ini juga sama seperti pendapat yang telah dijelaskan di atas, yaitu dibolehkan hanya percampuran antara sperma suami dengan ovum isterinya sendiri.


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
1. Para ulama berbeda pendapat tentang status hukum sperma: Kalangan Hanafiyah dan Malikiyyah berpendapat bahwa sperma adalah najis. Sementara itu, al-Imam al-Syafi’i dan Ahmad berpendapat bahwa sperma adalah suci, tidak najis. Dari dalil dan argumentasi yang diajukan keduanya, pendapat yang raajih (kuat) adalah pendapat yang dianut oleh al-Syafi’i dan Ahmad bahwa bahwa sperma adalah suci, tidak najis.
2. Permasalahan yang telah dibahas ini merupakan fenomena yang ada dalam masalah perkawinan untuk membentuk keluarga. Munculnya bank sperma antara lain karena untuk mewujudkan keturunan bagi suami istri yang mandul atau tidak punya anak. Menurut pendapat penulis dengan mengingat dan menimbang beberapa penjelasan di atas kehadiran bank sperma tidak dibenarkan dalam hukum Islam, meskipun ada beberapa yang membolehkan dengan alasan bank sperma mematuhi peraturan hukum. Hal itu memang mungkin tapi kalau dipikir lebih panjang lagi hal itu sangat sulit dilakukan dan lebih banyak mudharatnya, di antaranya:
a. Demi menjaga hubungan nasab agar tidak ada percampuran nasab.
b. Percampuran sperma dan ovum antara seorang laki-laki dan perempuan (bukan suami istri) dengan persetubuhan atau percampuran dengan inseminasi buatan dihukumi zina.
c. Bisa saja orang punya anak dan tidak punya suami yang menjadikan seorang perempuan tidak mau kawin.
d. Menurunnya jumlah perkawinan dalam sebuah negera.
e. Ketidakbolehan pada langkah pertama yang dilakukan bank sperma dalam mengambil sperma dari para pendonor dengan cara onani. Menampakkan kemaluannya saja tidak boleh apalagi onani. Hal ini halal hanya terhadap istrinya saja.
f. Dan yang terakhir pada proses inseminasinya juga banyak perbedaan pendapat, penulis juga sepakat kebolehan itu hanya terhadap seorang suami istri yang telah terikat perkawinan bukan orang lain sebagaimana yang telah dijelaskan diatas.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Bassam, Abdullah bin Abdurrahman. 2006. Syarah Bulughul Maram, terj. Thahirin Suparta, Jakarta: Pustaka Azzam
Al-Fauzan, Saleh. 2005. Fiqih Sehari-hari, terj. Abdul Hayyie al-Kattani, dkk. Jakarta: Gema Insani Press
Al-Jaziri, Abdurrahman. 1996. Fiqh Empat Mazhab: Bagian Ibadat (Thaharah). terj. Prof. H. Chatibul Umam dan Abu Hurairah. Jakarta: Darul Ulum Press
Al-Jurjawi, Ali Ahmad. 1994. Hikmat al-Tasyri’ wa Falsafatuhu. Beirut: Dar al-Fikr
Djazuli, Prof. H. A. 2006. Kaidah-Kaidah Fikih: Kaidah-Kaidah Hukum Islam Dalam Menyelesaikan Masalah-Masalah yang Praktis. Jakarta: Kencana
Hasan, M. Ali. 1998. Masail Fiqhiyah al-Haditsah: Masalah-Masalah Kontemporer Hukum Islam. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada
Khamenei, Ayatullah al-Uzhma Imam Ali. 2005. Fatwa-Fatwa: Soal Jawab Seputar Fikih Praktis Ahlulbait, terj. Muhsin Labib. Jakarta: Penerbit al-Huda
Rusyd, Ibnu. 2006. Bidayatul Mujtahid, jil. 1. terj. Beni Sarbeni, dkk. Jakarta: Pustaka Azzam
Sabiq, Sayyid. 2007. Fiqih Sunnah, terj. Nor Hasanuddin, Lc. MA., dkk. Jakarta: Pena Pundi Aksara
Salim, Abu Malik Kamal bin As-Sayid. 2006. Shahih Fikih Sunnah, terj. Bangun Sarwo Aji Wibowo, Jakarta: Pustaka Azzam
Yanggo, Huzaimah Tahido, Prof. Dr. Hj. 2005. Masail Fiqhiyah: Kajian Hukum Islam Kontemporer. Bandung: Penerbit Angkasa Bandung
Zuhdi, Masjfuk Prof. Drs. H. 1994. Masail Fiqhiyah: Kapita Selekta Hukum Islam. Jakarta: Haji Masagung
http://alfauzi.blogspot.com/2009/03/bank-sperma-menurut-hukum-islam.html
http://makmum-anshary.blogspot.com/2008/10/hukum-bank-sperma-menurut-hukum-islam.html
http://muslimstory.wordpress.com
http://www.eramuslim.com/konsultasi/fikih-kontemporer/
http://www.mui.or.id/mui in/fatwa.php?id=78

Tidak ada komentar:

Posting Komentar